KUTAI KARTANEGARA – wartaekspres – Lembaga Adat Besar Kecamatan Muara Kaman dibentuk berdasarkan Perda Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 7 Tahun 2000, kemudian Lembaga Adat Besar Kecamatan Muara Kaman yang menjadi pelaksana dan penyelenggara Adat Istiadat dan Upacara Adat Mulawarman yang disebut dengan Cerau Mulawarman. Lembaga Adat Besar Kecamatan Muara Kaman resmi dipersetujui Bupati Kutai Kartanegara tada tahun 2001, Pemangku Adat (Kepala Adat Besar) pertama dan sekaligus menyandang Gelar Maharaja Kutai Mulawarman adalah Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman (M.S.P.A. Iansyahrechza. FW) sampai tahun 2010, diserahkan kepada S.R.N. Arsil. MW, S.Pd. untuk memimpin Lembaga Adat Besar Kecamatan Muara Kaman.
Sedangkan Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman (M.S.P.A. Iansyahrechza. FW) memegang lembaga/perkumpulan yang telah disepakati bersama yaitu Kerajaan Kutai Mulawarman dan berhak memakai gelar Duli Yang Maha Mulia Sripaduka Baginda Berdaulat Agung Maharaja Kutai Mulawarman. Kedua lembaga ini dibantu oleh Forum Komunikasi Kerabat Mulawarman yang didirikan sejak tahun 1999 sebagai pengumpul data kekeluargaan dan data-data lain mengenai Kerajaan Kutai Mulawarman.
Jika pihak Kerajaan Kutai Mulawarman dianggap meresahkan masyarakat Kutai dan masyarakat Kalimantan Timur, itu adalah hal yang sangat berlebihan, karena melihat yang demo hanya beberapa gelintir orang sedangkan warga Kaltim ini secara keseluruhan terdiri dari sub etnis yang harus dipertanyakan keresahanya secara menyeluruh.
Jika pihak Kerajaan Kutai Mulawarman dianggap melecehkan Kesultanan Kutai Kartanegara tentunya itu tidak benar, karena Kesultanan dan Kerajaan adalah organisasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak memiliki hak memerintah atau menguasai organisasi lain.
Jika pihak Kerajaan Kutai Mulawarman meresahkan Masyarakat Adat ini pun perlu digaris bawahi, bahwa setiap adat atau Lembaga Adat itu masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berhak untuk menyelenggarakan Upacara Adat Mulawarman disebut Cerau Mulawarman hanyalah Lembaga Adat Besar Kecamata Muara Kaman dan Lembaga Adat dibentuk oleh Kerajaan Kutai Mulawarman, dan jika ada lembaga adat (Masyarakat Adat) dibentuk oleh masyarakat dan kelompok, golongan tertentu yang membuat kegiatan di luar garis Adat dan Budaya Kerajaan Kutai Mulawarman yang telah dilembagakan, itu adalah organisasi/ormas yang tidak berhak mencampuri urusan Kerajaan Kutai Mulawarman.
Apalagi Lembaga Adat, Dewan Adat yang baru didirikan menyatakan diri resah, hal ini benar-benar jauh dan tidak berkaitan dengan Kerajaan Kutai Mulawarman, yang sejak lama ada dan memiliki dasar hukum serta Kalpa-Kalpa, yang jelas pihak kami tidak terima karena mereka hanyalah kelompok-kelompok yang dibentuk untuk membuat kekacauan dan pihak pemerintah dan pihak berwajib segera memeriksa Lembaga Adat, atau Dewan Adat, serta ormas-ormas lainnya yang tidak terkait dengan Kerajaan Kutai Mulawarman dan membuat keonaran di Perkumpulan Kerajaan Kutai Mulawarman, ini apa dasarnya dan apa tujuannya.
Kami himbau kepada segenap rakyat Kalimantan Timur, khususnya Kutai Kartanegara, mengenai Perkumpulan Kerajaan Kutai Mulawarman yang dipimpin Duli Yang Maha Mulia Sripaduka Baginda Berdaulat Agung Maharaja Kutai Mulawarman Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman (M.S.P.A.Iansyahrechza.FW) sejak tahun 2001 yang mempercayakan kepada pihak kami, Lembaga Adat Besar Kecamatan Muara Kaman yang sudah memiliki hak secara turun menurun guna melindungi dan menjalankan Adat Istiadat Kerajaan Kutai Mulawarman, dilembagakan secara sah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kami memberitahukan kepada Bapak Gubernur dan Bupati, Walikota serta DPRD se-Kalimantan Timur serta pihak Kapolda, Kapolres dan Kapolsek se-Kalimantan Timur, agar menindak Pasukan Kelewang yang melakukan perusakan, perampasan di kediaman Maharaja Kutai Mulawarman.
Kepada pihak lain dan Pihak Kesultanan Kutai Kartanegara kami beritahukan, bahwa Perkumpulan Kerajaan Kutai Mulawarman selama ini dari tahun 2001 sampai sekarang kami pandang mampu memperkenalkan Budaya Muara Kaman dan Budaya Kerajaan Kutai Mulawarman di nasional dan internasional, sehingga wajib bagi kita terus menjaga dan memelihara keberlangsungan adat budaya dan menjaga ketertiban bersama hingga kita saling berdampingan untuk hidup yang damai serta sejahtera.
Hak Kerajaan Kutai Mulawarman adalah Hak Adat yang sah dan Budaya yang sah untuk dilestarikan dan dikembangkan dan tidak pernah menyalahi Undang-Undang NKRI serta Suku Kutai Pantun dan Kutai lainnya adalah suku yang berhak untuk menjaga dan melindungi Kerajaan Kutai Mulawarman.
Lembaga Adat maupun Dewan Adat dan ormas yang baru dibentuk dan terbentuk, saya harap menjaga keadaan kondusif hingga jangan menimbulkan gejolak, karena jelas Kerajaan Kutai Mulawarman itu telah berlangsung sejak tahun 17 Masehi sebagai Kerajaan wilayah Suku Malay dipimpin Raja bergelar Tahani.
Kemudian di tahun 300 setelah Maharaja Kudungga berdirilah Negara Kerajaan pertama di Indonesia dengan pimpinannya bergelar Maharaja, dan di jaman Kolonial VOC Kerajaan Kutai dikuasai VOC baik dalam tatanan pemerintahan dan perubahan pemerintahan, hingga Kerajaan Kutai dan Kerajaan Wilayah di bawahnya menjadi suku-suku terpecah belah dikenal dengan Suku Kutai dan Dayak, padahal Kutai Pantun dan Kutai Kedang, dan Kutai Sendawar (Sentawar) dan adalah keluarga Maharaja dan Raja Kutai berpusat di Muara Kaman, Suku Kutai Lampong ada di hilir Muara Kaman dan Kutai Melani di hilir Kota Tenggarong.
Yang kemudian mereka ini disebut Kaum Dayang Suaka oleh sebutan bahasa orang benuaq dan Tunjung sebutan Dayang dilogatkan dalam sebutan Dayaq, lama-kelamaan sebutan itu memunculkan kata Dayak, yang ditujukan kepada orang yang kalah perang kala itu. Walau demikian, kata Dayak lain daerah di Kalimantan lain pula arti dan makna kata, ini berlaku dalam sejarah saja hanya untuk reperensi saja dan tidak ditujukan kepada kesukuan Dayak secara menyeluruh yang 405 suku di Kalimantan.
Mengenai Raja Labok orang Bugis dan lahir di Makassar itu tidak benar, karena Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman (M.S.P.A. Iansyahrechza. FW), lahir di Muara Kaman adalah keturunan dari Boyok Pangeran Perdah jatuh ke Ibunya dan keturunan Boyok Kerincing jatuh pada Ayahnya. Cuma nenek beliau itu bernama Bone, itu nama orang bukan nama suku, di Muara Kaman banyak orang bernama misalnya Paris, Oman, Qatar, Bahrin, London dan nama kota lain di dunia tentunya bukan orang dari sana.
(Rilis/Lembaga Adat)
— original posted by BeritaWartaekspres.com